Kamis, 31 Juli 2008

SISTEM KEUANGAN ISLAM
SEBUAH ALTERNATIF

oleh : Amrullah Nangolah (Direktur BPRS Lampung Utara/Dosen Prodi Ekonomi Islam)
MESKIPUN usianya masih sangat belia dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional yang berlaku di dunia, sistem keuangan Islam tampak begitu cepat berkembang dan tumbuh. Jika kita melihat pendirian Islamic Development Bank yang diprakarsai oleh dunia Islam pada tahun 1975 sebagai tonggak lahirnya sistem keuangan secara empiris, dalam rentang waktu 30 tahun kemudian sistem ini telah menunjukkan percepatan perkembangan yang cukup bagus. Kini telah berdiri lebih dari 200 lembaga keuangan dan investasi Islam. Sebagian lembaga-lembaga ini beroperasi secara nasional (domestik), sebagian beroperasi secara regional, dan sebagian lainnya secara internasional. Perkembangan ini tidak saja berada pada wilayah geografis dunia Islam, tetapi juga telah merambah ke dunia lain baik di Timur maupun di Barat.



Kini, setelah melakukan perjalanannya selama tiga dasawarsa, sistem keuangan Islam telah menarik perhatian para bankir Barat terutama di Eropa. Metode pembiayaan Islam telah dipandang sebagai suatu tantangan sekaligus peluang bagi mereka yang berkecimpung dalam bisnis keuangan modern di Barat. Hal ini dimungkinkan terutama oleh adanya fenomena masyarakat industri yang didorong oleh tuntutan klien (client driven societies) dalam nuansa bisnis modern.
Dalam masyarakat demikian selalu timbul kesediaan dari pihak pengelola lembaga keuangan untuk senantiasa mendengarkan dan terus mempelajari perkembangan dan pengalaman bank-bank Islam yang diperkirakan akan menjadi sebuah tren baru di blantika sistem keuangan dunia. Menurut Prof. Rodney Wilson, ketua Departement of Economics, Universitas Durham, Inggris, dalam satu artikelnya dalam jurnal “Islamic Economic Studies” edisi Oktober 1999 dan April 2000, kini sudah ada sembilan lembaga keuangan multinasional yang membuka unit usaha syariahnya di London. Sembilan lembaga keuangan internasional itu adalah ANZ International, Al-Rajhi Banking, Citibank International, Dresdner Klienwort Benson, Hong Kong & Shanghai Banking Corporation, National Commercial bank, Riyadh Bank Europe, Standard Chartered Bank dan United Bank of Kuwait. Diperkirakan akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang lebih besar di masa yang akan datang sekalipun perkembangan itu mungkin agak terbatas.
Di samping itu para pakar ekonomi, keuangan dan moneter Islam seperti Prof. Dr. M. Umer Chapra, Dr. Mabid al-Jarhi, Dr. Anas Zarqa, dan Prof. Dr. M. Nejatullah Siddiqi juga sering diminta untuk memberikan ceramah tentang hakikat ekonomi Islam, perbankan, moneter, keuangan, dan asuransi Islam di lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Sentral Inggris. Dorongan untuk mengkaji sistem keuangan Islam secara umum terus meningkat tidak saja pada tingkat bisnis empiris, tetapi juga pada tingkat akademis dan kesarjanaan. Kini makin banyak lembaga pendidikan tinggi di Barat yang menawarkan program studi ekonomi dan keuangan Islam seperti Loughborough University dan University of Durham di Inggris.
Hal ini menunjukkan dengan tegas bahwa keuangan Islam memiliki fondasi filosofis dan rasional secara ilmiah sangat kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika di Eropa terjadi peningkatan jumlah lembaga keuangan yang membuka unit usaha syariahnya, di Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di samping itu masih ada puluhan BPR Syariah dan ribuan BMT yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sistem keuangan nonriba dalam lintasan sejarah
Sebenarya bukan agama Islam saja yang tegas melarang bunga (riba). Agama-agama samawi utama yang lain seperti Yahudi dan Nasrani juga melarang. Bibel melarang tegas praktik pemberian utang atau pinjaman dengan mengutip bunga bahkan tidak membedakan antara bunga (interest) dan bunga dengan tingkatan yang kelewat tinggi (usury). Perjanjian Lama juga melarang dengan tegas praktik bunga dalam pinjam meminjam dan utang berutang. Kitab suci terakhir yang diturunkan yaitu AlQuran dengan sangat gamblang melarangnya. Pelarangan ini melalui empat tahapan penurunan wahyu. Rangkaian tahapan terakhir adalah tercantum dalam surat al-Baqarah : 275 - 281. Menurut Syekh Muhammad Ali Ashobuni dalam tafsirnya, “Shofwatut Tafasir”, (Vol. 1 : 159 ) ayat 281 dari surat al-Baqarah ini merupakan ayat terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. sekaligus sebagai penutup pengharaman tegas tentang masalah riba (bunga). Pendapat demikian juga dikemukakan oleh penafsir ulung Ibnu Katsir dalam tafsirnya “Tafsir Qur’anil Adhim” yang tersohor itu. Pertanyaan yang muncul adalah kenapa larangan ini begitu keras dan adakah alasan filosofis yang kuat di balik pengharaman dan pelarangan ini?
Barangkali ada sebagian sarjana yang mencoba memberikan penjelasan bahwa pelarangan pengambilan bunga (riba) pada masa Rasulullah saw. terjadi karena pengambilan bunga menimbulkan ketidakadilan yang begitu besar kepada mereka yang meminjam atau berutang. Mereka berpendapat bahwa para peminjam dan pengutang ini pada umumnya adalah orang-orang miskin yang melakukan pinjaman semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Oleh karena itu, pinjaman dengan beban kembalian berbunga merupakan bentuk eksploitasi yang sangat bertentangan dengan prinsip keadilan. Namun, lanjut argumentasi mereka, sistem perbankan konvensional modern tidak mengandung eksploitasi demikian. Karena yang meminjam pada umumnya adalah dunia usaha dan bukan orang-orang miskin, pengembalian berbunga pada transaksi pinjaman demikian dinilai sebagai suatu kewajaraan dan tidak bertentangan dengan prinsip keadilan yang mana pun.
Namun, pendapat demikian tidaklah didukung oleh bukti-bukti sejarah. Prof. Dr. Muammad Abu Zahrah membantah pendapat ini dalam bukunya “Buhuts Fir Riba” dengan menyatakan bahwa dugaan yang justru memiliki bukti sejarah adalah pinjaman yang tujuannya untuk investasi dan produksi dan bukan untuk konsumsi kebutuhan pokok. Hal ini didasarkan pada corak kehidupan bangsa Arab yang primitif lagi bersahaja. Kehidupan mereka bukanlah suatu corak kehidupan yang luas sehingga memerlukan kebutuhan-kebutuhan yang banyak. Makanan mereka adalah kurma dan susu serta daging. Tiap-tiap orang, baik yang kaya maupun yang miskin, mengonsumsi jenis makanan pokok ini. Barang siapa yang suatu saat tidak memilikinya, ia akan mendapatkan “kemurahan tradisional” Arab dan akan segera dipenuhi kebutuhannya itu oleh tetangganya, saudaranya atau sahabat-sahabatnya.
Pada zaman Nabi saw., mereka mendapatkan pemenuhan kebutuhan ini lewat Baitul Maal, maka sukar dinalar bagaimana orang-orang miskin itu berutang hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dengan dibebani pengembalian berbunga. Di samping itu letak geografis Kota Makah telah menyebabkan penduduk Qurasy menjadi pedagang-pedangan yang ulung. Bangsa Qurasy ini berperan penting dalam proses perdagangan internasional dengan memperdagangkan komoditas dari Parsi dan Romawi. Kafilah-kafilah dagang ini memiliki rombongan yang sangat banyak dan didanai lewat mudharabah (pola bagi hasil) atau pinjaman yang berbunga. Pinjaman yang berbunga inilah yang indikasikan oleh seluruh ayat-ayat riba dalam Al Quran.
“Mudharabah” dan “musyarakah”
Dengan demikian, jenis pembiayaan yang paling sering dipakai oleh kaum Muslim dalam perjalanan sejarah mereka adalah mudharabah dan musyarakah (partnership). Mudharabah adalah suatu bentuk perkongsian dengan salah satu pihak bertindak sebagai financier (penyedia dana finansial), sedangkan pihak yang lain menyediakan jasa keusahaan (entrepreneurship). Pada posisi demikian, sang financier bukanlah bertindak sebagai pemberi pinjaman dana (lender atau creditor), melainkan sebagai investor yang akan menyumbangkan dana finansial itu untuk tujuan-tujuan produktif. Sebaliknya, sang pengelola dana akan bertindak sebagai entrepreneur (fund manager) dan bukan sebagai debitor. Hubungan yang terjalin di antara kedua belah pihak merupakan suatu hubungan kemitraan dan kerja sama dan bukan layaknya hubungan yang terjadi dalam transaksi pinjam-meminjam. Keuntungan dari usaha ini akan dibagi dua berdasarkan proporsi yang disepakai oleh kedua belah pihak. Namun, jika terjadi kerugian, sang financier yang akan mendapatkan kerugian, sedangkan pengelola dana akan kehilangan tenaga dan waktunya.
Dalam musyarakah sang financier terlibat langsung terhadap proses kegiatan bisnis. Ia berbeda dari mudharabah karena dalam mudharabah sang financier adalah seorang mitra tidur (sleeping partner). Jika terjadi kerugian, kerugian itu akan dihitung proporsional terhadap modal yang telah disetor dalam perkongsian ini. Jika terjadi keuntungan, maka akan dibagikan berdasarkan proporsi yang telah disepakati di depan. Liabilitas sang financier akan terbatas hanya pada jumlah pembiayaan yang diberikan dalam usaha ini.
Sekalipun Islam melarang transaksi berbasis bunga dan menggalakkan penyertaan modal sendiri (equity financing), Islam tidak mengharamkan kredit secara umum. Islam membolehkan penyaluran kredit yang langsung berhubungan dengan pembelian barang dan jasa. Ini dapat kita lihat dalam jual beli, murabahah, salam, dan istihna’. Murabahah merupakan suatu perjanjian penjualan dengan penjual membelikan suatu barang yang dibutuhkan oleh pembeli kemudian menjualnya kepada pembeli dengan suatu margin keuntungan yang disepakati. Pembayaran dapat dilakukan lewat cicilan maupun lump sum. Dalam jual beli salam, pembelian dengan penyetoran seluruh harga dilakukan di depan, sedangkan barang yang dipesan akan diantarkan di masa yang akan datang. Sementara istishna’ adalah suatu perjanjian penjualan ketika seorang kontraktor menyepakati untuk memproduksi atau membangun dan mengantarkan suatu barang tertentu yang dipesan dengan suatu harga yang telah disepakati dengan pihak pemesan. Pembayaran dapat diberikan lewat cicilan atau sesuai dengan kemajuan pembuatan barang yang dipesan.
Di samping itu ada juga moda yang lain seperti ijarah (leasing). Kesemua moda ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan kegiatan bisnis pada masa itu dan dapat juga dipergunakan secara luas dalam kegiatan bisnis modern.
Banyak sarjana dan peneliti non-Muslim yang membuktikan bahwa perdagangan internasional yang dilakukan oleh kaum Muslim pada masa kejayaan mereka umumnya dimotori oleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Hampir di seluruh bidang industri telah memakai moda ini termasuk dalam pembiayaan pertanian, kerajinan, industri olahan dan perdagangan luar negeri baik antar-Muslim maupun dengan mereka yang non-Muslim seperti Yahudi dan Nasrani. Begitu luasnya penggunaan moda pembiayaan ini dalam memobilisasi modal dan mudahnya akses bagi dunia usaha maka terjadilah pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat dan besar dalam perekonomian dunia Islam. Di samping itu pola ini telah mendorong lebih jauh perdagangan internasional mulai dari Maroko dan Spanyol di Barat sampai ke India, Cina, dan Asia Tengah di Timur. Ini tidak hanya direkam oleh data sejarah yang dapat ditemukan di perpustakaan-perpustakaan, tetapi juga oleh kenyataan ditemukannya mata uang Islam di berbagai belahan dunia seperti di Rusia, Finlandia, Swedia, Norwegia, dan Inggris.
Tujuan-tujuan utama makroekonomi
Sebelum kedatangan Islam dalam sejarah, sumber-sumber daya finansial dimobilisasi lewat cara-cara berbasis bunga. Ini tidak dapat diterima oleh Islam karena kezaliman dan ketidakadilan yang ditimbulkannya. Dalam moda-moda berbasis bunga, jika terjadi kerugian maka pihak pengelola dana (debitor) yang harus menerima beban kerugian ini sekalipun ia telah berusaha semaksimal mungkin dengan mengerahkan seluruh daya upayanya untuk meraih yang terbaik. Sementara kreditor yang tidak bekerja apa pun, selain mengulurkan dana, mendapatkan laju kembalian positif dengan mengabaikan hasil akhir aktivitas bisnis yang dikelola oleh debitor. Oleh karena itulah Islam datang dengan menghapuskan moda berbasis bunga ini dengan menggantikan yang lebih baik dan adil lewat moda bagi hasil (profit and loss sharing). Sekalipun Islam menetapkan prioritas tinggi terhadap usaha-usaha membantu meringankan beban kaum miskin, alasan itu bukanlah penyebab dilarangnya bunga dalam kegiatan ekonomi. Alasan yang paling masuk akal adalah bahwa Islam ingin menegakkan suatu sistem perekonomian dengan keadilan sosioekonomi dapat benar-benar ditegakkan karena keadilan merupakan salah satu tujuan yang diperjuangkan oleh Risalah penutup yaitu Muhammad saw. Jika kita melihat tujuan-tujuan utama yang yang hendak dicapai oleh ekonomi makro seperti pemenuhan kebutuhan pokok, kesempatan kerja penuh, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, stabilitas ekonomi sulit rasanya dapat dicapai secara efektif jika perekonomian tetap menggunakan moda-moda berbasis bunga. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua penduduk, moda-moda berbasis bunga hanya akan menguntungkan pihak yang kaya saja; yang miskin tidak mungkin dapat memperoleh kredit.
Hal ini disebabkan oleh dalam transaksi pinjam-meminjam disyaratkan adanya kolateral dan hanya mereka yang mampu memberikan jaminan semacam itulah yang akan memperoleh kredit. Adapun orang-orang miskin yang datang untuk meminjam dengan tujuan konsumsi kebutuhan pokok sulit dinalar untuk dapat memberikan kolateralnya. Oleh karena itu akan terjadi mis alokasi sumber-sumber daya dalam ekonomi.
Praktik pembiayaan berbasis bunga ini akan terus melanggengkan ketidakadilan ekonomi dalam masyarakat. Ia akan mempertahankan tingkat kesenjangan ekonomi dan kekayaan karena mis alokasi dana dalam penyaluran kredit. Yang kaya akan bertambah kaya dan yang miskin akan tetap tidak mendapatkan akses kepada sumber-sumber daya keuangan untuk berjuang membebaskan beban kemiskinannya.
Masa depan yang cemerlang
Meskipun perjalanan dan perkembangan sistem keuangan Islam banyak mendapatkan hambatan, gerakan islamisasi perbankan dan keuangan tetap berjalan dengan istikamah karena gerakan ini memiliki landasan dan pondasi yang kuat. Kemajuan yang terjadi selama tiga dekade ini semakin meyakinkan. Makin banyak orang yang terlibat dalam gerakan ini dan mereka pada umumnya adalah para ahli yang mahir di bidang keuangan dan ekonomi Islam. Mereka terus berusaha untuk menyingkirkan dan menghapuskan kesulitan-kesulitan yang ada. Mereka tidak pernah berhenti untuk berpikir dan mengajukan solusi bagi perbaikan performance sistem keuangan Islam modern. Oleh karena itu tidak ada keraguan lagi bahwa gerakan ini tidak saja akan mampu mengatasi kesulitan-kesuitannya, tetapi akan mampu menjamin masa depannya yang cemerlang. Wallau a’lam bisshawab.***

[+/-] Selengkapnya...

Minggu, 20 Juli 2008

Lab Bank Mini


Cust service

Backoffice merangkap tempat mahasiswa mempelajari software perbankan
















Front office 1


Front office2


[+/-] Selengkapnya...

Praktikum Prodi Ekonomi Islam

Perubahan lingkungan luar dunia pendidikan, mulai lingkungan sosial, ekonomi, teknologi, sampai politik mengharuskan dunia pendidikan memikirkan kembali bagaimana perubahan tersebut mempengaruhinya sebagai sebuah institusi sosial dan bagaimana harus berinteraksi dengan perubahan tersebut. Salah satu perubahan lingkungan yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan adalah hadirnya teknologi informasi (TI) dalam hal ini perkembangan internet yang luar biasa cepat. Internet telah menghadirkan media baru dalam penyebaran informasi, yaitu media digital. Media ini pun telah mengubah pola pikir manusia yang merupakan respon terhadap kemasan informasi. Contoh perubahan pola pikir tersebut adalah lahirnya e-mail yang mengubah cara berkirim surat, e-business atau e-commerce yang telah mengubah cara berbisnis dengan segala turunannya, termasuk e-cash atau e-money. E-government telah membuka babak baru pengelolaan pemerintahan dan mekanisme hubungan antara pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat. E-learning menawarkan cakrawala baru proses belajar-mengajar.
Perubahan-perubahan tersebut terus berlangsung dan dalam beberapa bidang sudah mulai mapan, terutama di negara-negara maju. Dan fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan sebagai institusi pendidikan yang sangat berkompeten dalam menciptakan sumberdaya manusia yang unggul harus merespon perkembangan-perkembangan tersebut dengan jalan mengadakan praktikum komputer internet yang akan memberi bekal kepada mahasiswa bagaimana menggunakan media internet sebagai sarana pendukung dalam proses belajar mengajar, sarana berinteraksi sosial dan menggunakannya sebagai sumber penelitian.

[+/-] Selengkapnya...